welcome to my blog..
Mempertahankan Kebugaran
Klien Lanjut Usia
v Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah kemampuan
seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang
berarti dan masih memiliki cadangan tenaga untukmenikmati waktu senggangnya
dengan baik (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
Kesegaran/kebugaran jasmani pada
lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu kebugaran
jantung-paru, peredaran darah, kekuatan otot, dan kelenturan sendi.
Untuk memperoleh kesegaran jasmani
yang baik, harus melatih semua komponen dasar kesegaran jasmani yang terdiri
atas:
- ketahanan jantung, peredaran darah dan pernafasan
- ketahanan otot
- kekuatan otot serta kelenturan tubuh
Intensitas
Latihan
Intensitas latihan yang telah
kita lakukan dapat dipantau melalui perhitungan denyut nadi dengan cara meraba
pergelangan tangan menggunakan tiga jari tengah tangan yang lain. Untuk
mengetahui intensitas latihan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Umur
|
Zona latihan (denyut nadi per menit)
|
55 tahun
|
115-140
|
56 tahun
|
115-139
|
57 tahun
|
114-138
|
58 tahun
|
113-138
|
59 tahun
|
113-137
|
60 tahun
|
112-136
|
Contohnya, untuk lansia yang
berusia 55 tahun harus meakukan latihan sehingga denyut nadinya mencapai lebih
dari 115/menit dan tidak melampaui 140/menit. Apabila waktu melakukan latihan
denyut nadi tidak mencapai 115 denyut per menit, maka latihan kurang bermanfaat
untuk memperbaiki kesegaran jasmani. Akan tetapi, bila melampaui 140 denyut per
menit, maka latihan dapat membahayakan kesehatan.
1.
Lamanya Latihan
Latihan akan bermanfaat untuk meningkatkan kesegaran jasmani jika
dilaksanakan dalam zona latihan paling sedikit 15 menit.
2.
Frekuensi Latihan
Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesegaran jasmani,
maka latihan harus dilakukan paling sedikit tiga hari atau sebanyak-banyaknya
lima hari dalam satu minggu. Misalnya hari senin, rabu, dan jumat. Jadwal
bergantung waktu kita. Bila latihan diluar gedung sebaiknya pagi hari sebelum
pukul 10.00 atau sore hari setelah pukul 15.00.
Manfaat
Kesegaran Jasmani
Manfaat kesegaran jasmani dapat dirasakan secara
fisiologis, psikologis dan sosial.
1.
Manfaat fisiologis
Ø Dampak langsung dapat membantu:
-
Mengatur kadar gula darah
-
Merangsang adrenalin dan
noradrenalin
-
Peningkatan kualitas dan
kuantitas tidur
Ø Dampak jangka panjang dapat meningkatkan:
-
Daya tahan
aerobik/kardiovaskuler
-
Kekuatan otot rangka
-
Kelenturan
-
Keseimbangan dan koordinasi
gerak sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan (jatuh)
-
Kelincahan gerak
2.
Manfaat psikologis
Ø Dampak langsung dapat membantu:
-
Memberi perasaan santai
-
Mengurangi ketegangan dan
kecemasan
-
Meningkatkan perasaan senang
Ø Dampak jangka panjang dapat meningkatkan:
-
Kesegaran jasmani dan rohani
secara utuh
-
Kesehatan jiwa
-
Fungsi kognitif
-
Penampilan dan fungsi motorik
-
Keterampilan
3.
Manfaat sosial
Ø Dampak langsung dapat membantu:
-
Pemberdayaan usia lanjut
-
Peningkatan intregitas sosial
dan kultur
Ø Dampak jangka panjang meningkatkan:
-
Keterpaduan
-
Hubungan kesetiakawanan sosial
-
Jaringan kerja sama sosial
budaya
-
Pertahanan peranan dan
pembentukan peran baru
-
Kegiatan antargenerasi
Secara keseluruhan manfaat kesegaran jasmani bagi kelompok lansia, yaitu
dapat meringankan biaya pemeliharaan kesehatan, meningkatkan produktivitas,
serta mengangkat derajat dan martabat lansia.
Prinsip
Program Latihan Fisik
Program
latihan fisik mempunyai prinsip sebagai berikut:
- Membantu tubuh agar tetap bergerak/berfungsi
- Menaikkan kemampuan daya tahan tubuh
- Memberi kontak psikologis dengan sesama sehingga tidak merasa terasing
- Mencegah terjadinya cedera
- Mengurangi/menghambat proses penuaan
Ketentuan-ketentuan Latihan
Fisik
Ketentuan-ketentuan latihan fisik dapat meliputi hal-hal di
bawah ini:
- Latihan fisik harus disenangi/diminati.
- Latihan fisik harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan (ada kelainan/penyakit atau tidak).
- Latihan fisik sebaiknya bervariasi.
- Latihan fisik sebaiknya bersifat aerobik, yaitu berlangsung lama dan ritmis (berulang-ulang), contohnya berjalan kaki, joging, bersepeda, berenang dan senam aerobik.
- Dosis latihan fisik adalah sebagai berikut:
Ø Lama latihan minimal 15-45 menit secara kontinu
Ø Frekuensi latihan 3-4 kali/minggu (belum termasuk
pemanasan dan pendinginan)
Ø Intensitas latihan: 60-8% denyut nadi maksimal (DNM) di
mana DNM = 220 - usia
- Pada awal latihan lakukan dahulu pemanasan, peregangan, kemudian latihan inti. Pada akhir latihan lakukan pendinginan dan peregangan lagi (memeriksa tekanan darah dan nadi penting dilakukan terlebih dulu).
- Sebelum melakukan latihan, minum terlebih dulu untuk menggantikan keringat yang hilang. Bila memungkinkan, minumlah air sebelum, selama dan sesudah berlatih.
- Latihan dilakukan minimal dua jam setelah makan agar tidak mengganggu pencernaan. Kalau latihan pagi hari tidak perlu makan sebelumnya.
- Latihan diawasi seorang pelatih agar tidak terjadi cedera.
- latihan dilakukan secara lambat, tidak boleh eksplosif, di samping itu gerakan tidak boleh menyentak dan memutar terutama untuk tulang belakang.
- Pakaian yang digunakan terbuat dari bahan yang ringan dan tipis serta jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan.
- Jenis sepatu sebaiknya sepatu lari atau sepatu untuk berjalan kaki yang mempunyai sol/bantalan yang tebal pada daerah tumit. Gunakan sepatu khusus untuk lansia yang memiliki kelainan kaki.
- Waktu latihan sebaiknya pagi dan sore hari, bukan pada siang hari bila latihan dilakukan di luar gedung.
- Tempatlatihan sebaiknya berupa lapangan atau taman.
- Landasan tempat latihan tidak terlalu keras dan dianjurkan untuk berlatih di atas tanah atau rumput, bukan di atas lantai ubin atau semen yang keras, hal ini untuk mencegah cedera kaki dan tungkai.
Hal-hal yang Perlu
Diperhatikan Saat Melakukan Latihan Fisik
Berikut ini
adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan latihan fisik:
- Komponen-komponen kesegaran jasmani yang dilatih meliputi ketahanan kardiopulmonal, kelenturan, kekuatan otot, komposisi tubuh, keseimbangan dan kelincahan gerak.
- Selalu memerhatikan keselamatan/menghindari cedera.
- Latihan dilakukan secara teratur dan tidak terlalu berat sesuai dengan kemampuan.
- Latihan dalam bentuk permainan ringan sangat dianjurkan.
- Latihan dilakukan dengan dosis berjenjang atau dosis dinaikkan sedikit demi sedikit.
- Hindari kompetisi dalam bentuk apapun.
Bagi mereka yang berusia lebih dari 60
tahun, perlu melaksanakan olahraga secara
rutin untuk mempertahankan kebugaran jasmani dan memelihara serta
mempertahankan kesehatan di hari tua. Salah satu komponen kebugaran jasmani
yang dapat dilatih adalah kelenturan (flexibility)
yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan sendi pada seluruh daerah
pergerakannya. Kurang gerak dapat menimbulkan kelesuan dan menurunkan kualitas
fisik yang berdampak seseorang akan lebih sering/mudah terserang penyakit.
Untuk itu latihan fisik secara teratur perlu dilaksanakan.
Teknik dan Cara berlatih
Teknik dan
cara berlatih yang dilakukan terbagi dalam tiga segmen seperti yang dijelaskan
di bawah ini:
- Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan
sebanyak-banyaknya otot dan sendi) dilakukan
secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat. Pemanasan dimaksud untuk mengurangi cedera dan
mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses
metabolisme yang meningkat.
- Latihan inti
Latihan inti bergantung pada
komponen/faktor yang dilatih. Gerakan senam
dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang disesuaikan dengan gerakannya. Untuk lansia biasanya dilatih:
Ø Daya tahan (endurance);
Ø Kardiopulmonal dengan latihan-latihan yang bersifat
aerobik;
Ø Fleksibilitas dengan peregangan;
Ø Kekuatan otot dengan latihan beban;
Ø Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan
latihan aerobik kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
- Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya,
sehabis latihan inti perlu dilakukan gerakan
umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada
pemanasan,yaitu selama 8-10 menit.
Macam-macam Olahraga/Latihan
Fisik yang Baik bagi Lansia
Beberapa
contoh olahraga/latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia untuk
meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran dan kelenturan fisiknya adalah
sebagai berikut.
1.
Pekerjaan rumah dan berkebun
Kegiatan ini dapat memberikan
suatu latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmani. Akan tetapi
harus dikerjakan secara tepat agar nafas sedikit lebih cepat, denyut jantung
lebih cepat dan otot menjadi lelah. Dengan demikian, tubuh kita akan
mengeluarkan keringat. Jika rumah/kebun tidak terlalu luas untuk melaksanakan
kegiatan ini atai sudah ada yang mengerjakan hal ini, maka harus dicari
kegiatan olahraga lain atau kegemaran.
2.
Berjalan-jalan
Berjalan-jalan sangat baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan bila
jalannya makin lama makin cepat akan bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan
10-20 kali, maka dapat melenturkan tubuh. Hal ini bergantung pada kebiasaan.
Jika berjalan merupakan bentuk latihan yang diinginkan, maka cobalah untuk
dikombinasikan dengan bentuk olahraga lain. Joging atau berlari-lari bagi
lansia juga sering dilakukan walaupun sebenarnya lebih baik berjalan cepat.
3.
Jalan cepat
Jalan cepat
adalah olahraga lari yang bukan untuk perlombaan dan dilakukan dengan kecepatan
di bawah 11 km/jam atau di bawah 5,5 menit/km.
Jalan cepat
berguna untuk mempertahankan kesehatan dan kesegaran jasmani, latihan ini
termasuk cara yang aman bagi lansia. Selain itu, biayanya murah dan
menyenangkan, mudah, serta berguna apabila dilakukan dengan benar.
Jalan cepat
berguna untuk memperbaiki kemampuan pengambilan zat asam (O2),
berarti memperbaiki fungsi jantung, paru-paru, peredaran darah dan lain-lain.
Akan lebih baik jika dikombinasi dengan bentuk dan latihan yang lain seperti
senam, renang, serta latihan kekuatan otot agar otot tubuh bagian atas dan
bawah seimbang. Bagi lansia yang mengidap penyakit sebaiknya konsultasikan dulu
dengan dokter.
Jalan dapat
dilakukan di mana saja terutama di luar rumah. Akan lebih baik bila dilakukan di
lapangan rumput dan menggunakan sepatu olahraga yang lentur dengan alas yang
tebal dan lunak, menggunakan kaos kaki, pakaian yang ringan dan tidak ketat.
Hindari jalan di tempat keras terutama bagi mereka yang berat badannya
berlebihan.
Jalan cepat dapat
dilakukan sendiri atau bersama-sama. Posisi yang dianjurkan adalah pandangan
lurus ke depan, bernafas normal melalui hidung atau mulut, kepala dan badan lemas
serta tegak, tangan digenggam ringan, kaki mendapat di tumit atau pertengahan
telapak kaki, langkah tidak terlalu besar, serta ujung kaki mengarah ke depan.
Jalan cepat
dilakukan dengan frekuesi 3-5 kali seminggu, lama latihan 15-30 menit dan
dilakukan tidak kurang dari 2 jam setelah makan.
Apabila nafas mulai susah atau dada terasa sakit maka latihan
harus dihentikan
Intensitas:
lakukan 60-80% dari denyut nadi maksimum. DNM = 200 – umur.
Contoh: umur 60
- tahun, DNM: 200 kali/menit – 60 = 140 kali/menit. 60% dari denyut nadi
maksimum = 60/100 x 140 menit = 84 kali/menit.
80/100 x
160/menit = 112 kali/menit.
Jadi intensitasnya: 84-112 kali/menit.
Artinya, jika
seseorang berusia 60 tahun melakukan latihan, denyut nadi sebaiknya bisa
melebihi 84 kali/menit dan tidak lebih dari 112 kali/menit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan secara medis.
Ø Latihan dimulai dengan dosis berjenjang (naik
perlahan-lahan).
Ø Lakukan secara teratur dan tidak terlalu berat.
Ø Didahului dengan senam ringan dan jalan ringan serta
regangan otot.
Ø Tidak boleh berhenti mendadak tetapi harus
perlahan-lahan.
Ø Bila merasa tak enak badan, jangan jogging, demikian juga kalau sakit atau tidur kurang dari 4 jam.
Ø Minum air putih yang banyak.
Ø Perhatikan kontraindikasi latihan seperti:
•
Adanya penyakit infeksi;
•
Hipertensi ebih dari 18
mmHg sistolik dan 120 mmHg diastolik;
•
Berpenyakit berat dan
dilarang oleh dokter.
Ø Sakit-sakit pada otot dapat dihindari dengan latihan yang
takarannya sesuai.
4.
Renang
Renang
adalaholahraga yang paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan. Dikatakan
demikian karena pada saat berenang hampir semua otot tubuh bergerak, sehingga
kekuatan otot semakin meningkat. Namun olahraga renang kurang diminati dan
segan melakukannya, mengingat keadaan sulit lansia atau pakaian yang harus
digunakan.
Olaharga renang
biasanya baik untuk orang-orang yang menderita penyakit lemah otot atau kaku
sendi juga dapat melancarkan peredaran darah asalkan dilakukan secara teratur.
5.
Bersepeda
Seperti renang,
bersepeda baik bagi penderita artritis, karena tidak menyentuh lantai yang akan
menyebabkan sakit pada sendi-sendinya seperti jenis latihan jalan cepat.
Bersepeda baik
untuk meningkatkan peregangan dan daya tahan, tetapi tidak menambah kelenturan
pada derajat yang lebih tinggi. Bentuk-bentuk lain yang dapat
dilakukan adalah tenis meja dan tenis. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan sesuai
kemampuan dan harus disertai latihan aerobik.
6.
Senam
Manfaat
melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup adalah
sebagai berikut.
Ø Mempertahankan atau meningkatkan taraf kesegaran jasmani
yang baik.
Ø Mengadakan koreksi terhadap kesalahan sikap dan gerak
Ø Membentuk sikap dan gerak
Ø Memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia
Ø Membentuk kondisi fisik (kekuatan otot, kelenturan,
keseimbangan, ketahanan, keluwesan dan kecepatan)
Ø Membentuk berbagai sikap kejiwaan (membentuk keberanian,
kepercayaan diri, kesiapan diri dan kesanggupan bekerja sama)
Ø Memberikan rangsangan bagi saraf-saraf yang lemah,
khususnya bagi lansia
Ø Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri
sendiri dan masyarakat.
Olahraga/Latihan
Fisik yang Membahayakan bagi Lansia
Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun tidak semua
olahraga baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang dianggap
membahayakan saat berolahraga.
Gerakan-gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sit-up dengan kaki lurus
Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus
dan lutut dipegang dapat menyebabkan masalah padapunggung. Oleh karena sit-up cara klasik ini menyebabkan otot
liopsoas/fleksor pada punggung (otot yang melekat pada kolumna vertebralis dan
femur) menanggung semua beban. Otot ini merupakan otot terkuat di daerah perut.
Jika fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul terangkat ke depan dan
otot-otot kecil pada punggung akan berkontraksi, sehingga punggung kita akan
melengkung. Jadi, latihan seperti ini akan menyebabkan pemendekan otot punggung
bagian bawah dan paha. Akhirnya menyebabkan pinggul terangkat ke atas secara
permanen dan lengkung lordosis menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan
masalah pada pinggang.
Tetapi bila
kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up,
otot-otot fleksor panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua badan
bertumpu pada otot perut dan kecil kemungkinan terjadinya trauma pada pinggang
bagian bawah.
2.
Meraih ibu jari kaki
Kadang-kadang
untuk mengecilkan atau menguatkan perut diadakan latihan meraih ibu jari kaki.
Latihan-latihan ini selain tidak dapat mencaai ujuan, yaitu mengecilkan perut,
juga kurang baik karena dapat menyebabkan cedera. Sebetulnya latihan-latihan
meraih ibu jari kaki adalah latihan untuk menguatkan otot-otot punggung bagian
bawah.
Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi.
Sebagai konsekuensinya, tekanan yang cukup berat akan menimpa vertebra lumbalis
yang akhirnya menyebabkan keluhan-keluhan pada punggung bagian bawah. Kadang-kadang hal ini dapat menyebabkan gangguan pada
diskus invertebralis.
3.
Mengangkat kaki
Mengangkat kaki
pada posisi tidur terlentang sampai kaki terangkat ± 15 cm dari lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama
mungkin. Latihan ini tidak baik, karena dapat menyebabkan rasa sakit pada
punggung bagian bawah (low back pain)
dan menyebabkan terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan gangguan pada
punggung.
Bahaya yang
ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat untuk menahan kaki setinggi
15 cm dari lantai dalam waktu yang cukup lama dan kaki tidak dapat menahan
punggung bagian bawah. Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan. Rotasi ini
menyebabkan gangguan dari punggung bagian bawah.
4.
Melengkungkan punggung
Gerakan
hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan meregangkan otot perut agar
otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini kurang benar, karena dengan
melengkungkan punggung tidak akan menguatkan otot perut, melainkan melemahkan
persendian tulang punggung.
TREN & ISU PELAYANAN
KESEHATAN LANSIA
(Azas
Hukum dan Organisasi)
v Lansia dalam Kependudukan di
Indonesia
Pada tahun 2000
jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar
7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS, 1992). Bahkan data Biro
Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga
lanjut usia terbesar di seluruh dunia pada tahun 1992-2025, yaitu sebesar 414%
(Kinsella dan Taeuber, 1993).
Menurut Dinas Kependudukan Amerika
Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan
hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun
2050. Pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun).
Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat
Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama
dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh
jumlah penduduk.
Seiring dengan berkembangnya Indonesia
sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka
makin tinggi pula harapan hidup penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang
Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah
lansia mulai mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi
logis terhadap berhasilnya pembangunan, yaitu bertambahnya usia harapan hidup
dan banyaknya jumlah lansia di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk
usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang telah
dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman,
keahlian dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya
tidak memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat(GBHN, 1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, para profesional kesehatan, serta bekerja sama dengan
pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortilitas) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, dan
lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu di tingkat
individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW),
Sasana Tresna Wreda (STW), Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar (primer),
Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder) dan Sarana
Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi pada lansia.
Perancangan Hari Lanjut Usia Nasional
(HALUN) pada tanggal 29 Mei 1996 di Semarang oleh Presiden Soeharto merupakan
bukti dan penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap lansia.
Pada sebuah provinsi di Cina
disebutkan terhadap populasi lansia yang sebagian besar berusia lebih dari 100
tahun masih hidup dengan sehat dan sedikit sekali prevalensi kepikunannya.
Menurut mereka, rahasianya adalah menghindari makanan modern, banyak
mengonsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik yang tinggi, sosialisasi dengan
warga lainnya, serta hidup ditempat yang sangat bersih dan jauh dari polusi udara.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita
semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar
tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
KONSEP LANJUT USIA
Berdasarkan
definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya
65 tahun ke atas (Setianto, 2004). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Hawari, 2001).
BATASAN UMUR LANJUT USIA
Berikut ini adalah batasan-batasan
umur yang mencakupbatasan umur lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip
dari Nugroho (2000).
Ø Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I
Pasal I ayat 2 yang berbunyi ”Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.
Ø Menurut World Health Organization (WHO)
Usia
pertengahan (middle age) :
45-59 tahun
Lanjut
usia (elderly) : 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
Usia sangat tua (very
old) : > 90 tahun
Ø Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
Masa bayi :
0-1 tahun
Masa prasekolah : 1-6 tahun
Masa sekolah : 6-10
tahun
Masa pubertas :
10-20 tahun
Masa dewasa : 20-40 tahun
Masa setengah umur (prasenium) :
40-65 tahun
Masa lanjut usia (senium) : > 65 tahun
Ø Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan
dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai
berikut.
Pertama (fase iuvebtus) : 25-40 tahun
Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
Ketiga (fase presenium) : 55-65tahun
Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia
Ø Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
Masa dewasa muda (elderly adulthood) : 18 atau
20-25 tahun
Masa dewasa penuh/maturitas (middle
years) : 25-60 atau 65 tahun
Masa
lanjut usia (geriatric age) :
> 65 atau 70 tahun
·
Masa lanjut usia
(geriatric age) itu sendiri
dibagi lagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun).
Birren dan Jenner (1977) mengusulkan
untuk membedakan usia antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial.
Usia biologis adalah usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak
lahirnya, berada dalam keadaan hidup,
tidak mati. Usia psikologis adalah usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang
untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
Sedangkan, usia sosial adalah usia yang menunjuk kepada peran-peran yang
diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan
usianya.
KEADAAN LANSIA DI INDONESIA
Indonesia termasuk negara yang memasuki erapenduduk berstruktur
lanjutusia (aging structured population)
karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%.
Pulau yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa
dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena
tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan
kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.
Tabel Jumlah Penduduk Lanjut Usia di Indonesia
Tahun
|
Usia Harapan Hidup
|
Jumlah Penduduk
|
%
|
1980
|
52,2 tahun
|
7.998.543
|
5,45
|
1990
|
59,8 tahun
|
11.277.557
|
6,29
|
2000
|
64,5 tahun
|
14.439.967
|
7,18
|
2006
|
66,2 tahun
|
+ 19 juta
|
8,90
|
2010
|
67,4 tahun
|
+ 23,9 juta
|
9,77
|
2020
|
71,1 tahun
|
+ 28,8 juta
|
11,34
|
Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006
sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010,
diprediksi jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup
67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8
juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.
Usia harapan hidup yang semakin
meningkat juga membawa konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait
dengan pembangunan. Tidak hanya sektor kesehatan
tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah
penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini, yang dapat dimulai dari
sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan keperawatan yang komprehensif
bagi lansia.
Asuhan keperawatan lansia adalah suatu
rangkaian kegiatan dari proses keperawatan yang ditujukan kepada lansia.
Kegiatan tersebut meliputi pengkajian kepada lansia dengan memerhatikan
kebutuhan biofisik, psikologis, kultural dan spiritual; menganalisis suatu
masalah kesehatan/keperawatan dan membuat diagnosis keperawatan; melaksanakan
perencanaan; serta terakhir melakukan evaluasi.
Tujuan Pemberian Asuhan
Tujuan pemberian asuhan keperawatan
pada lansia adalah sebagai berikut:
- Mempertahankan kesehatan serta kemampuan melalui jalan perawatan dan pencegahan
- Membantu mempertahankan serta memperbesar semangat hidup klien lansia
- Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit
- Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan proses keperawatan
- Melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif
- Membantu lansia menghadapi kematian dengan damai dan dalam lingkungan yang nyaman.
Sasaran
Sasaran asuhan keperawatan pada
lansia adalah klien lansia yang berada di keluarga, panti (sebagai individu
atau kelompok), juga kelompok masyarakat (posyandu lansia/karang wreda).
Faktor-faktor yang Harus
Dipertimbangkan dalam Memberikan Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada lansia
merupakan proses yang kompleks dan menantang. Oleh karena itu, ada
faktor-faktor yang harus dipertimbangkan seperti di bawah ini:
1.
Hubungan timbal balik antara aspek fisik dan psikososial
pada lansia
2.
Efek dari penyakit dan ketidakmampuan/keterbatasan (disability) pada status fungsional
3.
Menurunnya efisiensi dari mekanisme homeostasis
Contoh:respons
terhadap stres menurun sehingga mudah terinfeksi dan sulit mengahadapi kematian
pasangan
4.
Kurang/belum adanya standar keadaan sehat atau skaitdari
klien
5.
Perubahan respons terhadap penyakit dimana tanda dan
gejalanya tidak spesifik terhadap pengobatan
6.
Kerusakan fungsi kognitif
Contoh: pelupa (memory loss), bingung.
Hal-hal yang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia
Hal-halyang Perlu
Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia adalah sebagaiberikut:
1.
Lingkungan (fisik dan psikologis)
Ø Siapkan
area yang adekuat.contoh: klien di kursi roda
Ø Suasana
tenang dan tidak ribut/bising. Contoh: suara TV, radio
Ø Nyaman
dan tidak panas
Ø Gunakan
cahaya yang agak redup,hindari cahaya langsung
Ø Tempatkan
pada posisi yang nyaman bila berganti posisi atau tanyakan apakah ingin di
tempat tidur
Ø Sediakan
waktu yang cukup dan air minum
Ø Privasi
harus dijaga
Ø Perhitungkan
tingkat energi dan kemampuan klien
Ø Sabar, rileks,
dan tidak terburu-buru. Beri klien waktu untuk menjawab pertanyaan
Ø Perhatikan
tanda-tanda kelelahan (mengeluh, respons menjadi lambat, mengerut, dan
tersinggung)
Ø Rencanakan
apa yang akan dikaji
Ø Melakukan
pengkajian pada saat energi klien meningkat. Contoh: sehabis makan
2.
Interviewer (sikap perawat: perasaan, nilai, dan
kepercayaan)
Ø Mengetahui
mitos-mitos seputar lansia
Ø Menjelaskan
tujuan wawancara
Ø Menggunakan
berbagai teknik untuk mengimbangi kebutuhan pengumpulan data dengan kepentingan
klien
Ø Mencatat
data harus seizin klien
Ø Pada awal
interaksi perawat harus merencanakan bersama klien cara yang paling efektif dan
nyaman
Ø Menggunakan
sentuhan
Ø Sesuaikan
situasi dan kondisi wawancara
Ø Bicara
tidak terlalu keras
3.
Klien
Beberapa kultur yang memengaruhi kemampuan
klien untuk berpartisipasi sangat berarti dalam wawancara.
Faktor-faktor yang memengaruhi proses
penuaan adalah hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup,
lingkungan dan stres.
Perawat harus menyadari faktor-faktor ini
karena kemampuan lansia untuk mengkomunikasikan semua informasi penting sangat
ditentukan oleh kelengkapan dan kesesuaian wawancara.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
Proses Keperawatan Lansia
Proses keperawatan pada lansia
meliputi hal-hal dibawah ini:
1.
Pengkajian
Status kesehatan pada lansia dikaji secara
komprehensif, akurat dan sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama
pengkajian harus dapat dipahami dan didiskusikan dengan anggota tim, keluarga
klien, dan pemberi pelayanan interdisipliner.
Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan kemampuan klien
dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana
keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi. Pengkajian ini
meliputi aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual dengan melakukan kegiatan
pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan (CGA: comprehensive geriatric assessment).
Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan
keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan
lansia. Sedangkan pengkajian pada kelompok lansia di panti ataupun di
masyarakat dilakukan dengan melibatkan penanggung jawab kelompok lansia,
kultural, tokoh masyarakat, serta petugas kesehatan.
Untuk itu, format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajian pada
lansia yang dikembangkan sesuai dengan keberadaan lansia. Format yang
dikembangkan minimal terdiri atas: data dasar (identitas, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, agama
dan suku bangsa); data biopsikososial, spiritual, kultural; lingkungan; status
fungsional; fasilitas penunjang kesehatan
yang ada; serta pemeriksaan fisik.
2.
Diagnosis Keperawatan
Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk
menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan individu, diagnosis keperawatan
keluarga dengan lansia, ataupun
diagnosis keperawatan pada kelompok lansia.
Masalah keperawatan yang dijumpai antara
lain gangguan nutrisi: kurang/lebih; gangguan persepsi sensorik; pendengaran,
penglihatan; kurangnya perawatan diri; intoleransi aktivitas;gangguan pola
tidur; perubahan pola eliminasi; gangguan mobilitas fisik; risiko cedera;
isolasi sosial; menarik diri; harga diri rendah; cemas; reaksi berduka; marah; serta penolakan terhadap proses penuaan.
Contoh diagnosis keperawatan lansia dengan
masalah keperawatan gangguan sensori persepsi: penglihatan adalah sebagai
berikut:
v Diagnosis
keperawatan pada lansia secara individu: gangguan sensori-persepsi: penglihatan
yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
v Diagnosis
keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan sensori persepsi: pada ibu S
di keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
lansia dengan katarak.
v Diagnosis
keperawatan pada kelompok lansia di panti: risiko cedera pada kelompok lansia
di panti X yang berhubungan dengan penurunan penglihatan ditandai dengan 80%
lansia di panti X mengatakan tidak dapat melihat jauh, 20% lansia di panti X
pernah jatuh diselokan karena tidak melihat jalan dengan jelas, 80% lansia di
panti X tampak lensa matanya keruh.
3.
Rencana Keperawatan
Perawat mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan lansia dan
hal-hal lain yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan keperawatan yang
digunakan dalam rencana perawatan termasuk didalamnya kepentingan terapeutik,
promotif, preventif, dan rehabilitatif.
Rencana keperawatan membantu klien memperoleh dan mempertahankan kesehatan
pada tingkatan yang paling tinggi, kesejahteraan dan kualitas hidup dapat
tercapai, demikian juga halnya untuk menjelang kematian secara damai. Rencana
dibuat untuk keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai
dengan respons atau kebutuhan klien.
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menyusun rencana keperawatan.
Ø Sesuaikan
dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar.
Ø Libatkan
klien dan keluarga dalam perencanaan.
Ø Kolaborasi
dengan profesi kesehatan yang terkait.
Ø Tentukan
prioritas.klien mungkin sudah puas dengan kondisinya, bangkitkan perubahan
tetapi jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang utama.
Ø Sediakan
waktu yang cukup untuk klien.
Ø Dokumentasikan
rencana keperawatan yang telah dibuat.
4.
Tindakan Keperawatan
Perawat melakukan tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana perawatan yang telah dibuat. Perawat memberikan pelayanan
kesehatan untuk memelihara kemampuan fungsional lansia dan mencegah komplikasi
serta meningkatkan ketidakmampuan. Tindakan keperawatan berdasarkan rencana
keperawatan dari setiap diagnosis keperawatan yang telah dibuat dengan
didasarkan pada konsep asuhan keperawatan gerontik.
Tindakan keperawatan
yang dilakukan pada lansia:
a.
Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya dengan
cara memanggil nama klien.
b.
Menyediakan penerangan yang cukup: cahaya matahari,
ventilasi rumah, hindarkan dari cahaya yang silau, penerangan di kamar mandi,
dapur, dan ruangan lain sepanjang waktu.
c.
Meningkatkan rangsangan pancaindra melalui buku-buku yang
dicetak besar dan berikan warna yang dapat dilihat.
d.
Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita:
kalender, jam, foto-foto, serta banyaknya jumlah kunjungan.
e.
Memberikan perawatan sirkulasi: hindari pakaian yang
sempit, mengikat/menekan, mengubah posisi, dukung untuk melakukan aktivitas,
serta melakukan penggosokan pelan-pelan waktu mandi.
f.
Memberikan perawatan pernapasan dengan membersihkan
hidung, melindungi dari angin, dan meningkatkan aktivitas pernapasan dengan
latihan napas dalam (latihan batuk). Hati-hati dengan terapi oksigen,
perhatikan tanda-tanda gelisah, keringat berlebihan, gangguan penglihatan,
kejang otot, dan hipotensi.
g.
Memberikan perawatan pada organ pencernaan: beri makan
porsi kecil tapi sering, beri makan yang menarik dan dalam keadaan hangat,
sediakan makanan yang disukai, makanan yang cukup cairan, banyak makan sayur
dan buah, berikan makanan yang tidak membentuk gas, serta sikap fowler waktu makan.
h.
Memberikan perawatan genitourinaria dengan mencegah
inkontinensia dengan menjelaskan dan memotivasiklien untuk BAK tiap 2 jam serta
observasi jumlah urine pada saat akan tidur. Untuk seksualitas, sediakan waktu
untuk konsultasi.
i.
Memberikan perawatan kulit. Mandi: gunakan sabun yang
mengandung lemak, hindari menggosok kulit dengan keras, potong kuku tangan dan
kaki, hindari menggarukdengan keras, serta berikan pelembap (lotion) untuk kulit.
j.
Memberikan perawatan muskuloskeletal: bergerak dengan
keterbatasan, ubah posisi tiap 2 jam, cegah osteoporosis dengan latihan
aktif/pasif, serta anjurkan keluarga untuk membuat klien mandiri.
k.
Memberikan perawatan psikososial: jelaskan dan motivasi
untuk sosialisasi, bantu dalam memilih dan mengikuti aktivitas, fasilitasi
pembicaraan, sentuhan pada tangan untuk memelihara rasa percaya, berikan
penghargaan, serta bersikap empati.
l.
Memelihara keselamatan: usahakan agar pagar tempat tidur
(pengaman) tetap dipasang, posisi tempat tidur yang rendah, kamar dan lantai
tidak berantakan dan licin, cukup penerangan, bantu untuk berdiri, serta
berikan penyangga pada waktu berdiri bila diperlukan.
Tindakan keperawatan pada lansia
yang berkaitan dengan kebersihan fisik; keseimbangan gizi; latihan fisik; seksualitas;
eliminasi; istirahat; tidur; dan rasa nyaman; serta keseimbangan emosi dapat
dilihat pada penjelasan berikut ini:
a.
Kebersihan fisik
Ø Kebersihan
mulut dan gigi
Kebersihan mulut
dan gigi harus tetap dijaga dengan menyikat gigi dan kumur-kumur secara teratur meskipun sudah ompong.
Bagi lansia yang
masih mempunyai gigi agak lengkap dapat menyikat
giginya sendiri dua kali sehari pada pagi dan malam sebelum tidur.
Bagi lansia yang
menggunakan gigi palsu (protesa) dapat dipelihara
dengan cara:
1.
gigi palsu dilepas, kemudian dikeluarkan dari mulut
dengan menggunakan kasa atau saputangan yang bersih
2.
selanjutnya gigi palsu disikat perlahan-lahan di bawah
air mengalir sampai bersih. Bila perlu dapat menggunakan pasta gigi/odol
3.
pada waktu tidur, gigi palsu tidak dipakai dan direndam
dengan air bersih di dalam gelas.
Persiapan
alat:
-
sikat dan pasta gigi; air bersih dalam gelas untuk
berkumur
-
kom untuk membuang air kumur
-
handuk
Cara kerja:
-
jelaskan prosedur pada klien
-
perhatikan privasi klien
-
dekatkan alat-alat
-
cuci tangan
-
berikan posisi yang nyaman
-
handuk direntangkan sehingga menutup dada untuk menjaga
agar tidak basah
-
sikatlah gigi secara perlahan-lahan mulai dari bagian
luar. Lalu ke dalam dan ke belakang gigi. Menyikat dari atas ke bawah untuk
gigi bagian atas dan menyikat dari bawah ke atas untuk gigi bagian bawah agar
kotoran/sisa makanan dapat tersapu
-
berikan air bersih untuk kumur-kumur sampai bersih
-
sisa air kumur ditampung dalam kom yang sudah disiapkan
Referensi
wahit mubarak,nurul chayatin,bambang adi santoso. salemba medika 2009, ilmu keperawatan komunitas konsep dan aplikasi.R. Siti Maryam, Mia Fatma Ekasari dkk 2008. Mengenal Usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger.
2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta. EGC
Darmojo, R. boedhi. 2004. Buku Ajar Geriatric, Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut,Edisi 3. Jakarta : FKUI
Stanlley,
mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Dirgo Satriyo
Stikes Hang Tuah S1 keperawatan
NIM 0710020